News

Sabtu, 22 Oktober 2011

Teknologi Pengolahan Makanan Beku

Disusun oleh :

Richard Suma Kusnadi (F24100086)

Fairuz Fajriah (F24100114)

Sekar Arum M. (F24100124)

Age Baturimba (F4410005)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menghadapi krisis global saat ini, suatu usaha harus tetap eksis, antara lain dengan melakukan berbagai inovasi baru bagi produk yang dihasilkannya. Pangan beku merupakan salah satu inovasi penting yang dapat dilakukan di masa sekarang ini.

Pembekuan pada bahan pangan memiliki pengaruh yang cukup baik, penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi dan biokimia yang berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan dan lain-lain. Pada suhu dibawah 0°C air akan membeku dan terpisah dari larutan dan membentuk es yang mirip dalam hal air yang diuapkan pada pengeringan.

Apabila suhu penyimpanan beku cukup rendah, dan peperubahan kimiawi selama pembekuan dan penyimpana beku dapat dipertahankan sampai batas minimum, maka mutu makanan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup lama.

Beberapa manfaat yang terdapat dalam pembekuan bahan pangan menuntut masyarakat indonesia untuk mempelajari teknologi makanan beku demi meningkatkan pengetahuan anak bangsa mengenai teknologi dalam pengolahan bahan pangan..

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Apa definisi dari makanan beku?

b. Apa pengaruh pembekuan pada bahan pangan?

c. Apa saja metode pembekuan bahan pangan?

d. Bagaimana mempertatahankan mutu makan beku dan cara pengangkutan serta penyimpanannnya?

e. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari makanan beku?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui pengaruh pembekuan terhadap bahan pangan

b. Memepelajari metode pembekuan yang digunakan dalam pembekuan bahan pangan


BAB II

KERANGKA TEORI

Pada prinsipnya makanan akan lebih awet bila disimpan dalam suhu rendah. Misalnya saja sayuran, buah dan kue yang kita simpan dalam kulkas akan lebih awet daripada dengan yang kita simpan di luar dengan suhu udara normal. Begitu pula dengan makan beku yang bisa memper panjang masa simpan makanan. Namun pembekuan itu sendiri juga dapat beresiko mengurangi mutu makanan itu sendiri. Agar makanan dapat awet tanpa menurunkan mutu dengan pembekuan akan dibahas selanjutnya.

Pembekuan didasarkan pada dua prinsip yaitu:

1. Suhu yang sangat rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat aktivitas enzim dan reaksi kimiawi

2. Pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas di dalam pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.

Pada beberapa bahan pangan, proses blansir perlu dilakukan sebelum pembekuan untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan. Pada skala domestik, pangan yang akan dibekukan diletakkan didalam freezer, dimana akan terjadi proses pindah panas yang berlangsung secara konduksi, yaitu untuk pengeluaran panas dari produk. Proses ini berlangsung selama beberapa jam, tergantung pada kondisi bahan pangan yang akan dibekukan. Di industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan lainnya untuk mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku dalam waktu yang pendek. Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Selain itu, proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freeze shock) pada mikroorganisme dan tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dengan perubahan suhu sehingga mengurangi resiko pertumbuhan mikroorganisme selama proses pembekuan berlangsung. Tiga metode pembekuan cepat tersebut adalah:

1. Pembekuan dengan aliran udara dingin (blast freezing): bahan pangan yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu -40 derajat selsius atau lebih rendah lagi)

2. Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat exchanger): produk (misalnya ice cream) dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es berukuran besar. Produk digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian segera dibawa menjauh. Proses ini dilakukan secara berulang

3. Pembekuan kriogenik (cryogenic freezing) dimana nitrogen cair (atau karbon dioksida) disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan berukuran kecil seperti udang atau stroberi. Karena cairan nitrogen dan karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat rendah (berturut-turut -196 derajat selsius dan -78 derajat selsius) maka proses pembekuan akan berlangsung spontan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Makanan Beku

Pembekuan makanan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara mengubah hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang.

Teknologi pembekuan makanan adalah teknologi mengawetkan makanan dengan menurunkan temperaturnya hingga di bawah titik beku air. Hal ini berlawanan dengan pemrosesan termal, di mana makanan dipaparkan ke temperatur tinggi dan memicu tegangan termal terhadap makanan, dapat mengakibatkan hilangnya nutrisi, perubahan rasa, tekstur, dan sebagainya, atau pemrosesan kimia dan fermentasi yang dapat mengubah sifat fisik dan kimia makanan. Makanan beku umumnya tidak mengalami hal itu semua; membekukan makanan cenderung menjaga kesegaran makanan. Makanan beku menjadi favorit konsumen melebihi makanan kaleng atau makanan kering, terutama di sektor hasil peternakan (daging dan produk susu), buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Hampir semua jenis bahan makanan dapat dibekukan (bahan mentah, setengah jadi, hingga makanan siap konsumsi) dengan tujuan pengawetan. Proses pembekuan makanan melibatkan pemindahan panas dari produk makanan. Hal ini akan menyebabkan membekunya kadar air di dalam makanan dan menyebabkan berkurangnya aktivitas air di dalamnya. Menurunnya temperatur dan menghilangnya ketersediaan air menjadi penghambat utama pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim di dalam produk makanan, menyebabkan makanan menjadi lebih awet dan tidak mudah membusuk. Keunggulan dari teknik pembekuan makanan adalah semua hal tersebut dapat dicapai dengan mempertahankan kualitas makanan seperti nilai nutrisi, sifat organoleptik, dan sebagainya.

Sejarah Frozen Food

Industri food frozen sendiri mulai dikenal berkat jasa Clarence Birdeye. Awalnya Clarence terinspirasi oleh suku Indian Inuit yang selalu berhasil melakukan proses pembekuan ikan. Setelah lama mempelajarinya, akhirnya Clarence berhasil meniru proses pembekuan tersebut. Ia pun mencobanya dengan makanan lain, seperti daging, ayam, dan tentunya ikan.
Penemuan Clarence disambut luar biasa oleh masyarakat Amerika. Sebab, berkat temuannya mereka tidak perlu repot-repot lagi memasak. Selain itu, penemuan Clarence selangkah lebih maju dibandingkan pembekuan tradisional yang sudah ada waktu itu. Sebab, pembekuan yang dilakukan Clarence hanya sedikit menghasilkan lapisan es.

Sadar penemuannya dapat sambutan positif, Clarence langsung berusaha membuat petualangan kulinernya itu jadi hak paten. Setelah mendapatkan hak paten, ia kemudian menjualnya kepada perusahaan makanan General Food Corporation.

Atas prestasinya ini, Clarence dianugerahi Babcock Hart Award pada 1949 oleh Institute of Food Technologies. Pada tahun 2003, namanya diabadikan pada Food Engineering Hall of Fame.

3.2 Pengaruh Pembekuan Pada Bahan Pangan

Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku pada kisaran suhu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu dengan waktu pembekuan umumnya menunjukkan garis datar (plateau) antara 0o dan -5o C berkaitan dengan perubahan (fase) air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat tinggi. Telah ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui daerah pembekuan ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi kerusakan sel dan struktur jaringan yang irreversible yang mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah pencairan, terjadi khususnya sebagai hasil pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air selama pembekuan dari dalam sel kea bagian luar sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel karena pengaruh tekanan osmosis. Akan tetapi, pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar, akan membentuk kristal-kristal es yang kecil di dalam sel dan akan mempertahankan struktur jaringan dengan kerusakan minimum pada membran sel.

Pembekuan juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorgananisme dalam makanan pada suhu di bawah kira-kira -12oC belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan makanan beku pada suhu sekita -18oC dan di bawahnya akan mencegak kerusakan mikrobiologis dan perubahan bentuk makanan, dengan persyaratan tidak pernah terjadi perubahan suhu yang besar.

Mikroorganisme psokrofilik mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada suhu dalam lemari es, terutama di antara 0o dan 5oC. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu-suhu ini baik sebelum maupun sesudah pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh mikrobe. Jadi usakan suhu penyimpanan 18oC atau lebih rendah.

Walaupun jumlah mikrobe biasanya menurun selama proses pembekuan dan penyimpanan beku (kecuali spora), makanan beku yang tidak steril seringkali cepat membusuk seperti produk yang tidak dibekukan jika suhu cukup tinggi dan penyimpanan pada suhu tersebut cukup lama. Pembekuan dan penyimpanan makanan beku juga mempunyai pengaruh yang nyata padakerusakan sel mikrobe. Jika sel yang rusak atau luka tersebut mendapat kesempatan menyembuhkan dirinya, maka pertumbuhan yang cepat akan terjadi jika lingkungan sekitarnya memungkinkan.

Harus diakui, proses pembekuan akan menurunkan nilai gizi dibandingkan dengan bahan segarnya, terutama kandungan vitamin dan komponen-komponen lain yang sensitif terhadap proses pengolahan suatu bahan baku. Tapi ada hal yang menarik dari hasil penelitian yang dilaporkan dari Jepang.

Salah satu penelitiannya tentang kandungan vitamin C dari suatu jenis sayuran menunjukkan, kandungan vitamin C akibat proses pembekuan lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran segarnya. Untuk cita rasa, dari hasil penelitian beberapa panelis yang terpilih menunjukkan, sangat sedikit konsumen dengan tepat mampu mengenali makanan olahan dari bahan segar atau bahan produk beku. Suatu hasil yang agak berbeda dengan dugaan selama ini, makanan dari produk beku memunyai cita rasa yang lebih rendah dari makanan yang disiapkan dari bahan segar.

Dalam dunia teknologi pangan, reezeburn yakni suatu perubahan citra rasa, perubahan warna, kehilangan zat gizi serta perubahan tekstur dari bahan pangan beku akan cepat terjadi jika bahan pangan disimpan pada suhu di atas minus 9 °C.

Untuk memperoleh hasil yang terbaik dari bahan pangan yang dibekukan, suhu penyimpanan harus dijaga agar konstan dan tidak boleh lebih tinggi dari minus 17 °C, serta harus diikuti dengan pengemasan yang baik atau memenuhi standar pengemasan untuk bahan pangan beku (Syamsir,2010).

3.3 Metode pembekuan Bahan Pangan

Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk membuat pangan beku. Beberapa diantaranya adalah :

1. Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu rendah kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat-alat pembeku tiup (blast), terowongan (tunnel), bangku fludisasi(fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain.

2. Kontak tidak langsung misalnya alat pembeku lempeng (platefreezer), yaitu makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam(lempengan,silindris) yang telah didinginkan dengan mensirkulasi cairan pendingin (alat pembeku berlempeng banyak).

3. Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin, atau menyemprotkan cairan pendingin di atas makanan (misalnya nitrogen cair dan freon, larutan gula atau garam).

Pada makanan beku siap saji yang belakangan ini populer menggunakan teknologi dengan udara dingin. Produk ini sebelumnya telah matang terlebih dahulu, makanan matang tersebut kemudian dibekukan dalam temperatur -40oC (dengan teknologi blast freezer), lalu disimpan pada ruang dengan suhu -18oC.

Teknologi blast freezer pada prinsipnya merupakan shock temperature untuk mikroba atau memusnahkan mikroba. Di samping itu, blast freezer juga memungkinkan kristalisasi air yang terbentuk berukuran kecil dan solid, sehingga tidak berpengaruh nyata pada perubahan mutu produk (Sutanto, 2009).

Berikut proses dan parameter pembuatan makan beku siap saji :

Metode pembekuan yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada :

1. Mutu produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan;

2. Tipe dan bentuk produk, pengemasan, dan lain-lain;

3. Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan;

4. Biaya pembekuan untuk teknik alternatif.

Nitrogen cair (titik didih -196oC) dan bahan pendingin bersuhu rendah lainnya telah sangat penting akhir-akhir ini sehubung dengan perannya dalam pembekuan makanan secara cepat (rapid freezing), saat teknik pembekuan lainnya menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir. Perendaman langsung ke dalam cairan nitrogen telah diganti dengan sistem penyemprotan langsung pada makanan yang telah didinginkan terlebih dahulu oleh uap nitrogen yang bergerak berlawanan dengan aliran makanan dalam terowongan berinsulator yang lurus atau berbentuk spiral. Walaupun biaya operasi dengan menggunakan nitrogen cair ini lebih tinggi, cara ini mengurangi oksidasi permukaan makanan yang tidak dikemas dan hilangnya air dari bahan pangan tersebut, dan keluwesan cara ini memungkinkan untuk pembekuan berbagai jenis bahan pangan.

Pembekuan Buah-Buahan dan Sayuran

Apabila suhu penyimpanan dipertahankan tidak melebihi batas minimum dari pertumbuhan mikrobe untuk waktu penyimpanan lebih lama,mutu makanan beku akan rusak terutama sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik, kimia, dan biokimia. Perlakuan-perlakuan sebelum pembekuan bertujuan untuk mengurangi kerusakan selama pembekuan dan penyimpanan beku yang termasuk :

1. Blansir untuk beberapa macam buah-buahan dan hampir semua sayuran untuk menonaktifkan enzim-enzim peroksidase, katalase, dan enzim pembuat coklat lainnya, mengurangi kadar oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikrobe, dan memperbaiki warna.

2. Penambahan atau pencelupan ke dalam larutan asam askorbat atau larutan sulfurdioksida untuk mempertahankan warna dan mengurangi pencoklatan.

3. Pengemasan buah-buahan dalam gula kering atau sirup untuk meningkatkan kecepatan pembekuan dan mengurangi reaksi pencoklatan, dengan mengurangi jumlah oksigen yang masuk ke dalam buah-buahan.

4. Perubahan pH beberapa buah untuk menurunkan kecepatan reaksi pencoklatan.

Perubahan enzim adalah penyebab utama dari perubahan mutu dari buah-buahan dan enzim-enzim tersebut harus dinonaktifkan atau dihambat kegiatannya bila diinginkan mutu akhir yang cukup baik. Selama pembekuan dan penyimpanan beku, konsentrasi bahan-bahan dalam sel termasuk enzim dan substratnya meningkat, jadi kecepatan aktivitas enzim dalam jaringan beku cukup nyata, walaupun pada suhu rendah.

3.4 Mempertahankan Mutu Makanan Beku

Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi mutu akhir dari makanan beku adalah :

1. Mutu bahan baku yang digunakan untuk varitas, kemasakan, kecocokan untuk dibekukan dan disimpan dalam keadaan beku;

2. Perlakuan sebelum pembekuan seperti blansir, penggunaan SO2 atau asam askorbat.

3. Metode dan kecepatan pembekuan yang dipakai.

4. Suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu.

5. Waktu penyimpanan.

6. Kelembaban tempat penyimpanan, terutama jika makanan tidak dikemas.

7. Sifat-sifat dari setiap bahan pengemas.

Suatu penelitian yang ekstensif dari faktor-faktor yang mempengaruhi berkurangnya mutu makanan beku yang disimpan dalam berbagai suhu penyimpanan yang tetap dan berfluktuasi menunjukkan bahwa :

1. Untuk makanan ditemukan hubungan yang sederhana (kira-kira logaritmis) antara waktu yang dibutuhkan pada setiap suhu sebelum perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki terlihat, dan suhu penyimpanan beku. Sebagai contoh, sayuran beku akan tetap stabil selama satu tahun pada suhu -18oC dan akan kehilangan kira-kira separuh dari daya simpannya untuk setiap kenaikan suhu penyimpanan sebesar 2,8oC.

2. Kehilangan mutu sebagai hasil fluktuasi suhu penyimpanan adalah kumulatif selama masa simpan dari produk. Jadi kehilangan mutu karena penyimpanan yang terlalu lama pada suhu tinggi (misalnya -5o dampai -10oC) tidak dapat dikembalikan oleh penyimpanan selanjutnya walaupun pada suhu yang sangat rendah.

Penyimpanan bahan pangan beku pada suhu -18oC atau lebih rendah bertujuan untuk memperpanjang masa simpan makanan, yakni dengan menekan pertumbuhan mikroba perusak. Penyimpanan pada suhu ini juga bertujuan untuk mengurangi resiko perubahan bentuk pada saat proses pengemasan maupun proses pengiriman produk (Sutanto,2009).

Perkiraan daya simpan dengan mutu yang tinggi (HQL = high quality life) atau waktu penyimpanan pada suhu tertentu yang dibutuhkan sebelum penguji terlatih dapat mengetahui adanya perubahan mutu (warna, rasa, tekstur) dari suatu makanan beku yang disimpan pada suatu keadaan penyimpanan beku tertentu jika dibandingkan dengan sampel kontrol yang disimpan pada suhu yang sangat rendah, untuk beberapa macam makanan beku yang disimpan pada tiga macam suhu ditunjukkan pada tabel berikut :

Makanan

HQL (bulan)

Suhu Penyimpanan (oC)

-18

-12

-5

Buah peach

12

<2

0,2

Buah strawbery

12

2,4

0,3

Buncis hijau

10-12

3

1

Kapri hijau

10-12

3

1

Ayam mentah

12-18

8

2-3

Ayam goreng

2-3

<1

<0,6

Daging sapi mentah

10-14

4,6

<2

Daging babi mentah

6-10

2,4

<1,5

Ikan mentah (berkadar lemak rendah)

4-8

<2,5

<1,5

Ikan mentah ( berkadar lemak tinggi)

2-3

1,5

0,8

Kerusakan mutu pada dasarnya terjadi sebagai akibat dari :

1. Perubahan warna (hilangnya konstituen warna alami seperti pigmen klorofil, pembentukan warna yang menyimpang seperti pada reaksi pencoklatan).

2. Perubahan tekstur ( hilangnya cloud, perusakan gel, devaturasi protein, pengerasan).

3. Perubahan rasa ( hilangnya rasa asal, pembentukan rasa yang menyimpang, ketengikan).

4. Perubahan zat gizi seperti asam askorbat dalam buah-buahan dan sayuran, lemak tak jenuh, asam amino esensial).

Ringkasan hilangnya vitamin dari berbagai bahan macam bahan pangan selama pembekuan, penyimpanan beku dan pemasakan diuraikan oleh Harris dan Karmas (1975) dan Bender (1978)

3.5 Penyimpanan dan Pengangkutan Makanan Beku

Makanan dapat dibekukan sebelum atau sesudah dikemas. Buah-buahan dan sayuran yang akan dijual eceran biasanya dibekukan dulu sebelum dikemas dan disimpan dalam peti besar atau silo. Penyimpanan dalam jumlah banyak memungkinkan pengemasan selama setahun dan menghindarkan kebutuhan untuk menduga keperluan ukuran kemasan yang berbeda-beda selama satu tahun penuh.

Seperti sistem lainnya, pengolah harus yakin bahwa suhu produk telah diturunkan dalam alat pembeku sampai mencapai suhu ruang penyimpanan dingin sebelum dipindahkan ke dalam ruang penyimpanan tersebut (-18oC sampai -25oC). Kegagalan melakukan hal ini akan mengakibatkan kenaikan suhu ruang penyimpanan dingin dan mempercepat kerusakan makanan yang sudah ada di dalamnya. Selang waktu yang cukup lama dibutuhkan oleh sistem pendinginan untuk dapat mengembalikan suhu yang diinginkan.

Sesudah makanan diolah, disimpan dan dikemas secara baik, bahan ini harus dijual ke konsuman dengan perubahan mutu minimal. Distribusi makanan beku dapat melibatkan beberapa tahap, pengangkutan ke tempat penyimpanan dingin di pedangang-pedangang besar dan kecil, dan produk dapat mengalami perubahan suhu yang tidak dikehendaki selama pemindahan dari ruang penyimpanan satu ke ruang penyimpanan lainnya dan dari kendaraan ke ruang penyimpanan. Perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab telah banyak melakukan pendidikan cara penanganan operasional yang tepat, tetapi masih banyak lagi yang harus dikerjakan.

Dalam suatu survei distribusi makanan beku di Australia, waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan produk dari tempat penyimpanan ke kenadaraan pengangkut berkisar antara 10 sampai 160 menit untuk karton-karton yang diambil dari ruang penyimpanan sampai 45 menit sebelum pengangkutan dimulai. Waktu memuat produk samapi satu jam dapat diijinkan bagi ruang penyimpanan yang dikendalikan dengan baik, akan tetapi biasanya justru pada ruang penyimpanan yang kurang baiklah pengisian muatan berlangsung paling lambat. Sebagai contoh jika suhu ruang penyimpanan -25oC dan mempunyai tempat untuk mengisi muatan yang terlindung dari cuaca atau pengatur suhu udara ruang terpisah dari udara luar, produk dapat dimuat ke dalam truk dengan suhu di antara -18oC dan -25oC. Produk ini akan tetap berada dalam kondisi yang baik asal rangkaian penanganan sistem pendinginan selanjutnya tetap terkendali. Akan tetapi jika suhu ruang penyimpanan -18oC, bahan-bahan pangan tidak akan ada tolenransi selama pengisian muatan dan operasi lainnya padahal suhu makanan harus dipertahankan -18oC selama distribusi. Unit pendingin pada alat pengangkut makanan beku dirancang untuk tetap mempertahankan suhu dengan menyerap panas yang masuk ke dalam ruang penyimpanan, tetapi bukan dirancang untuk menurunkan suhu makanan.

Sebagian besar kerusakan mutu pada makanan beku terjadi saat pemindahan bahan pangan dari penjual ke konsumen. Konsumen tidak terlalu memperhatikan suhu penyimpanan dalam pemindahan dari pasar ke rumah dan saat penyimpanan dalam kulkas. Sehingga bahan pangan yang terlalu lama disimpan dalam kulkas akan cepat rusak. Namun biasanya hal ini jrang terjadi karena konsumen tidak perlu menyimpan terlalu lama karena segera dikonsumsi.

3.6 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Teknologi Makanan Beku

Makanan beku memiliki efek buruk bagi kualitas produk yang dihasilkan, diantaranya :

1. Efek terhadap karakter fisik

Ketika air diubah menjadi es, volumenya bertambah sembilan persen (air memiliki volume terkecil pada temperatur empat derajat selsius lalu bertambah volumenya seiring penurunan temperatur, sifat anomali air) (Kalichevsky et al. 1995). Jika produk makanan tersebut mengandung banyak air, maka hal yang sama akan terjadi. Namun kadar air, temperatur pendinginan, dan keberadaan ruang antar sel amat mempengaruhi perubahan volume tersebut.

Kerusakan sel juga mungkin terjadi akibat pendinginan. Hal ini diakibatkan gerakan kristal es atau kondisi osmotik sel. Produk daging tidak mengalami kerusakan sebesar produk buah-buahan dan sayuran karena struktur fibrous yang dimiliki daging lebih elastis dibandingkan struktur buah dan sayur yang cenderung kaku.

Kehilangan berat akibat pendinginan juga menjadi masalah karena selain masalah kualitas, hal ini juga merupakan masalah ekonomi jika produk dijual berdasarkan berat produk. Produk yang tidak dikemas akan mengalami kehilangan berat lebih besar akibat perpindahan tingkat kelembaban menuju wilayah yang bertekanan lebih rendah akibat kontak langsung dengan media pendinginan.

Cracking atau terbentuknya retakan pada permukaan hingga bagian dalam produk juga bisa terjadi, terutama ketika produk makanan dibekukan dengan cara direndam ke dalam cairan pendingin atau cryogen yang menyebabkan terbentuknya lapisan beku di permukaan makanan. Lapisan ini melawan peningkatan volume dari dalam sehingga produk akan mengalami stress di bagian dalamnya. Jika lapisan beku yang terbentuk cukup rapuh, akan terjadi retakan. Sifat produk seperti porositas, ukuran, modulus elastisitas, dan densitas sangat mempengaruhi terjadinya keretakan tersebut. Perubahan densitas terjadi akibat bertambahnya volume, dan ini bisa ditangani dengan pendinginan dalam kondisi tekanan tinggi.

2. Efek terhadap bahan penyusun makanan

Pendinginan akan mengurangi aktivitas air pada makanan. Mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada kondisi aktivitas air yang rendah dan temperatur di bawah nol. Organisme patogen tidak bisa tumbuh pada temperatur di bawah 5oC, namun tipe organisme lainnya memiliki respon yang berbeda. Sel vegetatif ragi, jamur, dan bakteri gram negatif akan hancur pada temperatur rendah, namun bakteri gram positif dan spora jamur diketahui tidak dipengaruhi oleh temperatur rendah. Protein akan mengalami denaturasi dalam temperatur dingin yang mengakibatkan perubahan penampilan produk, tapi nilai nutrisinya tidak terjadi walau terjadi denaturasi selama berat tidak berkurang. Pembekuan tidak mempengaruhi kandungan vitamin A, B, D, dan E, namun mempengaruhi kandungan vitamin C.

3. Efek pembekuan terhadap sifat termal makanan

Pengetahuan tentang sifat termal produk makanan dibutuhkan dalam mendesain proses pembekuan dan alat yang dibutuhkan, termasuk juga kapasitas pemindahan panas. Konduktivitas termal es adalah 4 kali konduktivitas termal air, sehingga konduktivitas termal makanan beku umumnya tiga sampai empat kali lebih besar dibandingkan makanan yang tidak dibekukan. Selama tahap awal pembekuan, peningkatan konduktivitas termal berlangsung cepat. Untuk makanan yang kaya kandungan lemaknya, variasi konduktivitas termal terhadap temperatur dapat diabaikan, namun dalam kasus produk daging, orientasi serat otot mempengaruhi konduktivitas termal (Dickerson, 1968).

Kalor jenis es hanya setengahnya dari kalor jenis air. Selama masa pendinginan, kalor jenis produk makanan menurun. Pengukuran kalor jenis cukup rumit karena terdapat perubahan fase berkelanjutan dari air ke es. Kalor laten dari produk makanan dapat diperkirakan dari fraksi air yang ada pada makanan (Fennema et al., 1973). Difusivitas termal dari makanan beku bisa diperkirakan dari massa jenis, kalor jenis, dan termal konduktivitas. Digabungkan dengan data mengenai konduktivitas termal dan kalor jenis es terhadap air, dapat diperkirakan bahwa makanan beku memiliki nilai difusivitas termal 9-10 kali lebih besar dibandingkan dengan makanan yang tidak dibekukan (Desrosier dan Desrosier, 1982).

Meskipun memiliki kekurangan, makanan beku punya banyak kelebihan lain sehingga teknologinya terus dipakai dan dikembangkan sampai sekarang. Kelebihan tersebut antara lain :

  1. Pengolahan lebih sederhana karena produk sudah “bersih”
  2. Menjamin ketersediaan pasokan sepanjang tahun. Dengan umur simpan yang relatif panjang, bahkan produk musiman dapat tersedia sepanjang tahun, kapan saja diperlukan.
  3. Harga relatif murah, terutama untuk produk musiman yang dibekukan pada saat musim panen ketika harga murah sehingga harganya relatif murah disbanding produk segar.
  4. Kualitas lebih konsisten
  5. Lebih terjamin keamanan makanannya karena dibekukan dalam keadaan segar.

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Teknologi makanan beku memiliki resiko dapat menurunkan mutu makanan, jika penanganannya kurang tepat dalam segi waktu, suhu dan lainnya. Namun bila penanganannya benar, teknologi ini akan sangat bermanfaat dalam menyediakan bahan makan dalam waktu lama. Selain itu juga pengolahan teknologi makanan beku cukup sederhana dan harganyapun cukup murah sehingga penggunaan teknologi makanan beku dalam pengolahan bahan pangan sangat diperlukan.

4.2 Saran

Melihat kelebihan pengolahan bahan pangan dengan menggunakan teknologi makanan beku, maka untuk membuat makanan yang bersifat tahan lama, pengolahannya sederhana, keamanan mutu terjamin dan memiliki harga yang relatif murah alangkah baiknya jika dalam pengolahan bahan pangan tersebut digunakan teknologi makanan beku. Akan tetapi mengingat resiko dalam penggunaan teknologi makanan beku yang dapat menurunkan mutu makanan jika penanganannya kurang tepat, maka dalam mengolah bahan makanan dengan menggunakan teknologi makanan beku perlu dilakukan penanganan yang benar dan tepat dalam segi waktu, suhu dan lainnya. Sehingga makanan yang diperoleh tetap terjaga mutu dan kualitasnya.


DAFTAR PUSTAKA

Bender,A.E.1978.food Processing and NutritionI.(Academic, London)

Buckle, K.A. et al. 2009.Ilmu Pangan. Hari Purnomo Adiono, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari : Food Science.

Desrosier N. W, Desrosier J. W. 1982.The Technology of Food Preservation, Edisi Keempat. Westport, CN: AVIPub Co.

Dickerson R. W., Jr. 1968. “Thermal properties of foods.” dalam: The Freezing Preservation of Foods, (Tressler D. K., Van Arsdel W. B., dan Kopley M. J., eds), pp 26–51. Westport, CN: The AVI Publishing Co.

Fennema D., Powrie W. D., dan Marth E. H. 1973. Low temperature preservation of foods and living matter. New York: Marcel Dekker Inc.

Harris,R.S., E. Karmas.1975. Nutritional Evaluation of Food Processing (2nd Edn).(Westport,AVI)

Kalichevsky M. T., Knorr D., dan Lillford P. J. 1995. “Potential food applications of high pressure effects on ice water transitions.” Trends in Food Science and Technology, 6: 253–258.

Sutanto, Mien. 2009. Inovasi Pangan Beku Siap Saji. Kulinologi, Edisi April Vol.1:03. Bogor : PT Media Pangan Indonesia.

Syamsir, Elvira.2010. Prinsip Pembekuan (Freezing) Pangan.(terhubung berkala). http://id.shvoong.com/exact-science/ (17 Desember 2010).

1 komentar: